Senin, 26 Januari 2015

[Intro] Bm G Bm G

G                 D
Terlambat aku masuki kehidupanmu
  G                    D
Saat kau terjebak komersialnya nafsu
Em       D        G          D
Memang tak berguna untuk sesali yang tlah terjadi

[Reff]
          Bm               A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
      Bm              A         G
Biarkan tubuhmu dijamah mereka
     Bm         A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
  Bm        A     G
Tapi ku terima kau apa adanya

G                   D
Terlambat aku masuki kehidupanmu
G                      D
Saat kau terjebak komersialnya nafsu
Em        D       G          D
Memang tak berguna untuk sesali yang telah terjadi

[Reff]
          Bm               A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
      Bm              A         G
Biarkan tubuhmu dijamah mereka
     Bm         A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
  Bm        A     G
Tapi ku terima kau apa adanya

[Interlude] Bm G Bm G
            Em F#m G A (2x)

          Bm               A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
      Bm              A         G
Biarkan tubuhmu dijamah mereka
     Bm         A       G
Sekali lagi aku katakan ku tak pernah rela
  Bm        A     G
Tapi ku terima kau apa adanya

[Coda] Bm G Bm G
Menurut psikolog banyak pertimbangan yang memberatkan pasangan untuk memilih bercerai. Selain memikirkan repotnya mengurus perceraian,muncul ketakutan mengecewakan anak-anak dan keluarga besar, ditambah dengan pandangan miring dari lingkungan sekitar. 'Sudah tua kok mau cerai? Nggak malu sama anak-cucu?' Komentar semacam ini yang kerap memaksa pasangan usia matang tetap mempertahankan perkawinan yang tidak bahagia, dan menunggu sampai maut memisahkan.

Padahal, kehidupan tak lantas berhenti setelah perceraian. Memang, ada yang merasa sulit menerima realita bahwa perkawinannya telah berakhir, terutama bagi pihak wanita yang digugat cerai. Apalagi bila merasa bukan di pihak yang bersalah, ia tentu merasa terpukul dan sakit hati.

Supaya sanggup bangkit dan menjalani kehidupan paska perceraian, yang pertama harus dilakukan menurut Kasandra adalah menetralisir hati dan menerima kondisi tersebut dengan ikhlas. “Buang jauh-jauh rasa dendam. Buat apa disimpan? Toh tidak akan mengubah keadaan. Sebaliknya malah membuat penyakit hati menggerogoti fisik,” saran Kasandra. Paska perceraian sepatutnya menjadi pribadi yang lebih bahagia, apalagi bila bertahun-tahun lalu ia sempat menyimpan emosi negatif akibat kecewa terhadap pasangan.

Kasandra mengingatkan pula bahwa komentar miring terhadap perceraian yang terjadi di usia matang seringkali terdengar lebih ‘kencang’ dibandingkan usia muda. Untuk itu persiapkan mental menghadapi omongan yang kurang enak didengar. Kadangkala, pihak luar termasuk keluarga, bukannya mendukung keputusan tersebut, tapi malah menyalahkan dan memperburuk keadaan.

Daripada membiarkan diri berlarut-larut pada kesedihan, alangkah lebih baik mengalihkan pikiran dan energi dengan melakukan kegiatan positif. Fokuslah pada kegiatan yang menyenangkan yang selama ini belum sempat dilakukan, seperti ikut kelompok pencinta hobi atau berpetualang menjelajah kota-kota yang sama sekali belum pernah Anda datangi. Siapa tahu, Anda akan bertemu jodoh lagi, dan menikah lagi.